Minggu, 02 Juni 2013




Statuta Roma atau Roma statute of the international criminal court adalah suatu persetujuan yang disepakati pada tanggal 17 Juli Tahun 1998 oleh United Nations Diplomatics Confrence of Plenipotentiaries on Establishment of an International Criminal Court  untuk membentuk International Criminal Court (ICC) atau pengadilan pidana Internasional. sebanyak 120 negara mengesahkan Statuta itu dan menisyaratkan terbentuknya ICC. Sampai tanggal 14 Maret 2008, sebanyak 106 negara telah meratifikasi statuta ini.  

ICC adalah suatu lembaga independen internasional yang bertujuan untuk melakukan penyelesaian dan mengadili pelaku kejahatan berat seperti genosida,kejahatan perang, kejahatan manusia, dan kejahatan agresi.

Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengakui eksistensi dari ICC ini adalah dengan cara meratifikasi Statuta Roma menjadi hukum nasional melalui proses legislasi. Secara umum Indonesia telah mengadopsi isi dari Statuta Roma dengan dibentuknya Undang-Undang, yaitu melalui UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Sempat disebutkan bahwa Statuta Roma ini dapat diratifikasikan pada tahun 2008. Akan tetapi hingga sekarang pun Statuta Roma ini tidak diratifikasi malah semakin banyak opini dari para pengamat dan stakeholder yang menyatakan pro dan kontra nya terhadap rencana ratifikasi ini terutama dalam dampak dan implementasi bagi hukum di Indonesia.

Dalam proses ratifikasi ini pasti akan melalui DPR sebagai lembaga pemegang hak legislasi. Dalam proses pengundangan ini pasti akan melalu proses politik karena dalam DPR ini terpadat berbagai macam fraksi sehingga perlu disampaikan berbagai macam alasan agar Statuta Roma ini segera diratifikasikan.

Argumen yang dapat diajukan untuk perlunya ratifikasi ini adalah sebagai bukti konsistensi Negara Indonesai dalam menjaga dan menegakkan perdamaian dunia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea-4. Selain itu, sebagai salah satu negara yang selalu “mengaungkan” akan pentingnya menjunjung tinggi HAM di tingkat internasional, maka diperlukan ratifikasi karena dalam ICC ini akan mengusust berbagai kejahatan terutama dalam bidang HAM

Hal ini dapat dikaitkan dengan posisi Indonesia yang selalu mendukung kemerdekaan dari palestina atas agresi yang kerap kali dilakukan oleh Negara Israel. Dengan diratifikasinya ini semakin menguatkan negara kita sebagai negara yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia karena dalam Statu Roma ini diatur mengenai kejahatan genosida, kejahatan manusia, kejahatan perang, dan agresi militer. Jadi dengan ratifikasi ini adalah upaya yang real dari pemerintah dalam rangka menjunjung tinggi HAM dan sebagai akuntabilitas publik dari pemerintah dalam rangka menjalankan amanat konstitusi. Dan dengan adanya ratifikasi ini diharapkan akan mampu mencegah pelanggaran terhadap HAM yang bersifat masif seperti yang terjadi sebelumnya.

Selain perlunya ratifikasi Statuta Roma ini, perlu juga diperhatikan muatan isi dari Statuta Roma ini mengingat hukum yang baik harus sesuai dengan kebudayaan dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Apakah mungkin pemerintah berani untuk mengedepankan hukum yang bertentangan dengan hukum dan/atau kepentingan nasional ?

Disalah satu media terdapat pernyataan “Apabila dilakukan ratifikasi ini maka ICC berhak untuk melakukan tindakan terhadap kasus-kasus kejahatan serius di negara yang tidak mau dan tidak mampu untuk mengadili kejahatan serius yang dimaksud”. Perlu digaris bawahi pernyataan “tidak mau” dan “tidak mampu” sebagai suatu sindirian tersendiri bagi dunia hukum nasional dalam rangka penegakkan hukum atau law enforcement.

Sebenarnya hal ini merupakan sindiran tersendiri bagi dunia peradilan Indonesia yang sangat lama dan cenderung berlarut larut dalam menyelesaikan permasalah terutama mengenai pelanggaran HAM berat. Seperti kasus berbagai macam pelanggaran HAM berat yang banyak terjadi pada masa orde baru yang banyak melibatkan orang-orang yang memilki jabatan di negara ini.

Dalam hal ini perlu juga disoroti kenerja Pemerintah apakah siap berperan sebagai penegakan HAM dan pewujud kedamaian dunia  atau tidak ?. kita bisa menyaksikan negara lain yang tergabungan dalam ASEAN sudah meratifikasi Statu Roma ini seperti Timor Leste, Kamboja, Filipina, dan Malaysia yang akan segeran menyusul untuk melakukan ratifikasi terhadap Statuta ini.

Memang banyak sekali pro kontra dalam proses ratifikasi ini. Yang jelas dalam proses politik dalam ratifikasi terhadap statuta ini akan berjalan sangat sengit karena banyak nya kepentingan yang didalamnya. Yang diperlukan sekarang adalah ketegasan dari pemerintah sendiri dan dorongan dari DPR untuk tegas apakah akan meratifikasi statuta ini atau tidak, mengingat menjelang pemilu 2014 ini banyak sekali para anggota DPR yang akan menyibukkan dirinya dalam menyongsong pemilihan legislatif yang akan berimplikasi terpecahnya konsentrasi untuk membuat Undang-Undang bagi kepentingan rakyat dan negara atau menyiapkan strategi untuk pemenangan dalam pemilu legislatif. Hal yang sepatutnya perlu kita tunggu sebagai warga negara yang hidup di  negara yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia dalam konstitusi.

1 komentar:

  1. kak mau nanya nama negara yang udah meratifikasi statuta roma siapa aja y kak?? saya udh cari g dpt2. btw makasih kakk makalah nya sangat membantu

    BalasHapus

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!