Statuta Roma atau Roma
statute of the international criminal court adalah suatu persetujuan yang
disepakati pada tanggal 17 Juli Tahun 1998 oleh United Nations Diplomatics
Confrence of Plenipotentiaries on
Establishment of an International Criminal Court untuk membentuk International Criminal
Court (ICC) atau pengadilan pidana Internasional. sebanyak 120 negara
mengesahkan Statuta itu dan menisyaratkan terbentuknya ICC. Sampai tanggal 14
Maret 2008, sebanyak 106 negara telah meratifikasi statuta ini.
ICC
adalah suatu lembaga independen internasional yang bertujuan untuk melakukan
penyelesaian dan mengadili pelaku kejahatan berat seperti genosida,kejahatan
perang, kejahatan manusia, dan kejahatan agresi.
Salah
satu hal yang perlu dilakukan untuk mengakui eksistensi dari ICC ini adalah
dengan cara meratifikasi Statuta Roma menjadi hukum nasional melalui proses
legislasi. Secara umum Indonesia telah mengadopsi isi dari Statuta Roma dengan
dibentuknya Undang-Undang, yaitu melalui UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan
UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Sempat
disebutkan bahwa Statuta Roma ini dapat diratifikasikan pada tahun 2008. Akan tetapi
hingga sekarang pun Statuta Roma ini tidak diratifikasi malah semakin banyak
opini dari para pengamat dan stakeholder yang menyatakan pro dan kontra
nya terhadap rencana ratifikasi ini terutama dalam dampak dan implementasi bagi
hukum di Indonesia.
Dalam
proses ratifikasi ini pasti akan melalui DPR sebagai lembaga pemegang hak
legislasi. Dalam proses pengundangan ini pasti akan melalu proses politik
karena dalam DPR ini terpadat berbagai macam fraksi sehingga perlu disampaikan
berbagai macam alasan agar Statuta Roma ini segera diratifikasikan.
Argumen
yang dapat diajukan untuk perlunya ratifikasi ini adalah sebagai bukti
konsistensi Negara Indonesai dalam menjaga dan menegakkan perdamaian dunia yang
termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea-4. Selain itu, sebagai salah satu
negara yang selalu “mengaungkan” akan pentingnya menjunjung tinggi HAM di
tingkat internasional, maka diperlukan ratifikasi karena dalam ICC ini akan
mengusust berbagai kejahatan terutama dalam bidang HAM
Hal ini
dapat dikaitkan dengan posisi Indonesia yang selalu mendukung kemerdekaan dari
palestina atas agresi yang kerap kali dilakukan oleh Negara Israel. Dengan
diratifikasinya ini semakin menguatkan negara kita sebagai negara yang
bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia karena dalam Statu Roma ini diatur mengenai
kejahatan genosida, kejahatan manusia, kejahatan perang, dan agresi militer.
Jadi dengan ratifikasi ini adalah upaya yang real dari pemerintah dalam rangka
menjunjung tinggi HAM dan sebagai akuntabilitas publik
dari pemerintah dalam rangka menjalankan amanat konstitusi. Dan dengan adanya
ratifikasi ini diharapkan akan mampu mencegah pelanggaran terhadap HAM yang
bersifat masif seperti yang terjadi sebelumnya.
Selain
perlunya ratifikasi Statuta Roma ini, perlu juga diperhatikan muatan isi dari Statuta
Roma ini mengingat hukum yang baik harus sesuai dengan kebudayaan dan
nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Apakah mungkin pemerintah berani untuk
mengedepankan hukum yang bertentangan dengan hukum dan/atau kepentingan
nasional ?
Disalah satu media terdapat pernyataan
“Apabila dilakukan ratifikasi ini maka ICC berhak untuk melakukan tindakan
terhadap kasus-kasus kejahatan serius di negara yang tidak mau dan tidak mampu
untuk mengadili kejahatan serius yang dimaksud”. Perlu digaris bawahi pernyataan
“tidak mau” dan “tidak mampu” sebagai suatu sindirian tersendiri bagi dunia
hukum nasional dalam rangka penegakkan hukum atau law enforcement.
Sebenarnya hal ini merupakan sindiran
tersendiri bagi dunia peradilan Indonesia yang sangat lama dan cenderung
berlarut larut dalam menyelesaikan permasalah terutama mengenai pelanggaran HAM
berat. Seperti kasus berbagai macam pelanggaran HAM berat yang banyak terjadi
pada masa orde baru yang banyak melibatkan orang-orang yang memilki jabatan di
negara ini.
Dalam hal ini perlu juga disoroti kenerja
Pemerintah apakah siap berperan sebagai penegakan HAM dan pewujud kedamaian
dunia atau tidak ?. kita bisa menyaksikan
negara lain yang tergabungan dalam ASEAN sudah meratifikasi Statu Roma ini
seperti Timor Leste, Kamboja, Filipina, dan Malaysia yang akan segeran menyusul
untuk melakukan ratifikasi terhadap Statuta ini.
Memang
banyak sekali pro kontra dalam proses ratifikasi ini. Yang jelas dalam proses
politik dalam ratifikasi terhadap statuta ini akan berjalan sangat sengit
karena banyak nya kepentingan yang didalamnya. Yang diperlukan sekarang adalah
ketegasan dari pemerintah sendiri dan dorongan dari DPR untuk tegas apakah akan
meratifikasi statuta ini atau tidak, mengingat menjelang pemilu 2014 ini banyak
sekali para anggota DPR yang akan menyibukkan dirinya dalam menyongsong
pemilihan legislatif yang akan berimplikasi terpecahnya konsentrasi untuk
membuat Undang-Undang bagi kepentingan rakyat dan negara atau menyiapkan
strategi untuk pemenangan dalam pemilu legislatif. Hal yang sepatutnya perlu
kita tunggu sebagai warga negara yang hidup di
negara yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia dalam konstitusi.
kak mau nanya nama negara yang udah meratifikasi statuta roma siapa aja y kak?? saya udh cari g dpt2. btw makasih kakk makalah nya sangat membantu
BalasHapus